Seteru Patung Tari Rakyat di Pekanbaru, Riau apakah pantas atau tidak pantas terus mengalir. Padahal, tidak ada Patung 'Bahenol' tetapi yang ada adalah pemikiran porno dalam menilai sebuah karya seni.
"Kalau melihatnya 'bahenol' atau pornografi itu ya pikiran orang yang melihat yang porno. Padahal itu karya seni," kata sejarawan Asvi Warman Adam saat berbincang dengan detikcom, Sabtu, (28/1/2012).
Sebagai karya seni, seharusnya masyarakat menyerahkan penilaian kepada seniman yang memahami seni. Sehingga tidak menghakimi apakah karya seni itu porno atau tidak.
"Kalau melihatnya 'bahenol' atau pornografi itu ya pikiran orang yang melihat yang porno. Padahal itu karya seni," kata sejarawan Asvi Warman Adam saat berbincang dengan detikcom, Sabtu, (28/1/2012).
Sebagai karya seni, seharusnya masyarakat menyerahkan penilaian kepada seniman yang memahami seni. Sehingga tidak menghakimi apakah karya seni itu porno atau tidak.
"Kita harus menghargai karya seni, menghargai keindahan. Jangan pakai pikiran yang jorok dalam melihat karya seni," terang Asvi.
Jika yang terjadi demikian, maka Indonesia layaknya masa Orde Baru di zaman Soeharto. Masa itu, nyaris tidak ada pembangunan monumental kecuali Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
"Padahal pada masa Soekarno, banyak dibangun patung yang membangkitkan semangat kebangsaan. Seperti Patung Perjuangan Irian Barat, Patung Selamat Datang dan Patung Dirgantara," beber Asvi.
Kemunduran ini karena alasan idiologis agama tertentu. Yang menilai patung sebagai simbol berhala yang pernah dihancurkan oleh nabi yang mereka yakini pada waktu lampau.
"Nuansa idiologinya agak kental disini," ungkap Asvi menyudahi pembicaraan.
Seperti diketahui, patung penari yang berada tepat di jantung kota Pekanbaru, Riau, masih menuai kontroversi publik hingga hari ini. Patung yang baru sebulan nangkring, menampilkan dua sosok pria dan wanita yang tengah menari. Sang pria mengenakan peci berada di posisi atas. Sedangkan patung wanita posisi di bawah dengan tubuh yang melentik. Melintiknya badan patung ini, membuat posisi bokongnya menjadi "bahenol". Bokong patung yang terlihat montok itu, mengarah ke Kantor Gubernur Riau.
Nama patung itu juga menjadi perdebatan. Semula dinamai tugu zapin, sebuah tarian khas Melayu Riau. Tapi rupanya, tugu zapin yang disebut ini pun menuai kritikan. Alasannya, tarian zapin tidaklah sama dengan bentuk patung yang menari itu. Lalu diganti tugu Titik Nol. Tapi dikritik juga karena posisinya tidak di titik nol Pekanbaru. Lantas nama tugu berubah menjadi Tarian Rakyat.
Jika yang terjadi demikian, maka Indonesia layaknya masa Orde Baru di zaman Soeharto. Masa itu, nyaris tidak ada pembangunan monumental kecuali Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
"Padahal pada masa Soekarno, banyak dibangun patung yang membangkitkan semangat kebangsaan. Seperti Patung Perjuangan Irian Barat, Patung Selamat Datang dan Patung Dirgantara," beber Asvi.
Kemunduran ini karena alasan idiologis agama tertentu. Yang menilai patung sebagai simbol berhala yang pernah dihancurkan oleh nabi yang mereka yakini pada waktu lampau.
"Nuansa idiologinya agak kental disini," ungkap Asvi menyudahi pembicaraan.
Seperti diketahui, patung penari yang berada tepat di jantung kota Pekanbaru, Riau, masih menuai kontroversi publik hingga hari ini. Patung yang baru sebulan nangkring, menampilkan dua sosok pria dan wanita yang tengah menari. Sang pria mengenakan peci berada di posisi atas. Sedangkan patung wanita posisi di bawah dengan tubuh yang melentik. Melintiknya badan patung ini, membuat posisi bokongnya menjadi "bahenol". Bokong patung yang terlihat montok itu, mengarah ke Kantor Gubernur Riau.
Nama patung itu juga menjadi perdebatan. Semula dinamai tugu zapin, sebuah tarian khas Melayu Riau. Tapi rupanya, tugu zapin yang disebut ini pun menuai kritikan. Alasannya, tarian zapin tidaklah sama dengan bentuk patung yang menari itu. Lalu diganti tugu Titik Nol. Tapi dikritik juga karena posisinya tidak di titik nol Pekanbaru. Lantas nama tugu berubah menjadi Tarian Rakyat.
Semuanya kembali lagi kepada kita semua bagaimana memaknai dari arti sebuah seni. dan kurangnya sosialisasi terhadap pembangunan dalam membangun suatu ikon juga merupakan PR bagi kita semua. musyawarah dalam mencapai mufakat hendaknya tidak hilang dalam mengambil keputusan untuk menentukan suatu pembangunan, juga tidak kalah pentingnya.
( I LOVE RIAU )
0 comments:
Posting Komentar