Dok. Thinkstock
Sebuah reality show, tayang di Amerika Serikat mempertontonkan kisah wanita yang melakukan operasi pada vagina mereka. Inilah salah satu cerita dari wanita muda yang merasa tidak percaya diri dengan alat kelaminnya itu.
Shannon, 23 tahun bekerja sebagai perawat yang masih perlu training. Ia melakukan operasi pada vaginanya karena merasa tidak nyaman dengan bentuk labianya atau bibir bagian dalam vagina yang menurutnya sedikit panjang.
Cerita Shannon itu ditayakan dalam salah satu episode 'Gross Anatomy'. Dalam reality show tersebut, ia mengisahkan bagaimana bentuk vaginanya itu membuatnya tidak nyaman untuk berhubungan intim.
"Aku tidak percaya diri dan aku jadi tidak terlalu menginginkan seks, aku berusaha menghindarinya. Ini menjadi halangan besar dalam sebuah hubungan," katanya seperti dikutip Daily Mail.
Bentuk vagina juga sampai mempengaruhi Shannon dalam menjalani aktivitasnya. Ia mengaku tak mau berenang atau melakukan hal apapun yang membuatnya harus mengenakan pakaian renang.
Shannon akhirnya bertemu dengan Dr Grant Stevens dari Marina Plastic Surgery di Marina del Rey, California. Sang dokter kemudian mengoperasi vagina Shannon.
Dr Grant mengatakan, tentu akan sangat jahat jika seorang wanita hidup seperti Shannon. Namun dalam kasus-kasus yang ditemuinya, sebenarnya cukup banyak kliennya yang tidak perlu operasi vagina.
"Saat aku dengar kata sakit atau lecet atau nyeri, sangat berbeda dengan ketika aku mendengar keluhan 'aku terlalu malu'. Menurutku itu lucu. Tapi kata malu itu tidak otomatis membuat seseorang tidak berkualitas," ujarnya pada ABC.
Peremajaan vagina seperti yang ditampilkan dalam reality show di Amerika Serika itu kini memang cukup banyak diminati wanita. Data National Health Service (NHS) Inggris tahun 2009 menunjukkan peningkatan 70 persen jumlah wanita yang melakukan labiaplasty dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Operasi vagina (designer vagina procedures) terbagi menjadi dua kategori, yaitu labiaplasty, yang memperpendek labia bagian dalam yang menonjol, dan Vaginoplasty untuk memperketat dinding vagina.
Dr Lawrence Mascarenhas, dokter kandungan konsultan NHS dan sektor swasta menuturkan bahwa ia melakukan rata-rata 12 operasi vagina setiap bulan.
"Labiaplasty lebih merupakan prosedur kosmetik simetri untuk meningkatkan penampilan estetika, sedangkan vaginoplasty adalah untuk memperbaiki masalah yang mungkin timbul karena memiliki dinding vagina membentang (lebar), misalnya karena melahirkan," jelas Dr Lawrence Mascarenhas.
Dokter kandungan di Massachusetts General Hospital, Dr Erin Tracy mengatakan, kebanyakan pasien yang datang kepadanya adalah remaja. Tracy pun menyayangkan hal itu karena menurutnya kondisi vagina mereka sebenarnya normal.
Tracy menyalahkan kaum pria atas makin banyaknya wanita yang melakukan operasi vagina. Setiap hal normal dari tubuh wanita selalu ada pria yang berusaha mengubahnya," tukasnya.
Dr Hilda Hutcherson seorang dokter kandungan di New York juga mengungkapkan hal serupa. Dia mengatakan pria lah yang patut disalahkan pada peningkatan proses labialplasty ini.
"Mereka melihat setiap bagian tubuh wanita dan meyakinkannya entah bagaimana itu tidak normal," ujarnya.
Terlepas dari semua manfaat dan kontroversi tersebut, melakukan operasi vagina tetap memiliki risiko.
Menurut Dr Mascarenhas, banyak wanita yang menjalani labiaplasty karena menderita komplikasi, dan wanita tidak perlu mengambil risiko yang tidak perlu untuk menciptakan vagina yang sempurna.
"Tapi dengan pembedahan semua ada risiko. Ada sedikit ruang untuk kesalahan dengan prosedur seperti ini karena jika terlalu pendek Anda bisa memotong suplai darah ke klitoris, yang berarti hilangnya sensasi seksual, secara permanen," jelas Dr Mascarenhas.
Selain itu, seperti dikutip dari Mamashealth, risiko utama dari operasi peremajaan vagina adalah perdarahan yang berlebihan, infeksi, serta risiko jaringan parut yang dapat memicu komplikasi pasca operasi. Risiko jaringan parut biasanya menjadi masalah yang lebih serius pada operasi ini dibandingkan dengan operasi lain, hal ini karena sifat sensitif dari vagina.
Shannon, 23 tahun bekerja sebagai perawat yang masih perlu training. Ia melakukan operasi pada vaginanya karena merasa tidak nyaman dengan bentuk labianya atau bibir bagian dalam vagina yang menurutnya sedikit panjang.
Cerita Shannon itu ditayakan dalam salah satu episode 'Gross Anatomy'. Dalam reality show tersebut, ia mengisahkan bagaimana bentuk vaginanya itu membuatnya tidak nyaman untuk berhubungan intim.
"Aku tidak percaya diri dan aku jadi tidak terlalu menginginkan seks, aku berusaha menghindarinya. Ini menjadi halangan besar dalam sebuah hubungan," katanya seperti dikutip Daily Mail.
Bentuk vagina juga sampai mempengaruhi Shannon dalam menjalani aktivitasnya. Ia mengaku tak mau berenang atau melakukan hal apapun yang membuatnya harus mengenakan pakaian renang.
Shannon akhirnya bertemu dengan Dr Grant Stevens dari Marina Plastic Surgery di Marina del Rey, California. Sang dokter kemudian mengoperasi vagina Shannon.
Dr Grant mengatakan, tentu akan sangat jahat jika seorang wanita hidup seperti Shannon. Namun dalam kasus-kasus yang ditemuinya, sebenarnya cukup banyak kliennya yang tidak perlu operasi vagina.
"Saat aku dengar kata sakit atau lecet atau nyeri, sangat berbeda dengan ketika aku mendengar keluhan 'aku terlalu malu'. Menurutku itu lucu. Tapi kata malu itu tidak otomatis membuat seseorang tidak berkualitas," ujarnya pada ABC.
Peremajaan vagina seperti yang ditampilkan dalam reality show di Amerika Serika itu kini memang cukup banyak diminati wanita. Data National Health Service (NHS) Inggris tahun 2009 menunjukkan peningkatan 70 persen jumlah wanita yang melakukan labiaplasty dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Operasi vagina (designer vagina procedures) terbagi menjadi dua kategori, yaitu labiaplasty, yang memperpendek labia bagian dalam yang menonjol, dan Vaginoplasty untuk memperketat dinding vagina.
Dr Lawrence Mascarenhas, dokter kandungan konsultan NHS dan sektor swasta menuturkan bahwa ia melakukan rata-rata 12 operasi vagina setiap bulan.
"Labiaplasty lebih merupakan prosedur kosmetik simetri untuk meningkatkan penampilan estetika, sedangkan vaginoplasty adalah untuk memperbaiki masalah yang mungkin timbul karena memiliki dinding vagina membentang (lebar), misalnya karena melahirkan," jelas Dr Lawrence Mascarenhas.
Dokter kandungan di Massachusetts General Hospital, Dr Erin Tracy mengatakan, kebanyakan pasien yang datang kepadanya adalah remaja. Tracy pun menyayangkan hal itu karena menurutnya kondisi vagina mereka sebenarnya normal.
Tracy menyalahkan kaum pria atas makin banyaknya wanita yang melakukan operasi vagina. Setiap hal normal dari tubuh wanita selalu ada pria yang berusaha mengubahnya," tukasnya.
Dr Hilda Hutcherson seorang dokter kandungan di New York juga mengungkapkan hal serupa. Dia mengatakan pria lah yang patut disalahkan pada peningkatan proses labialplasty ini.
"Mereka melihat setiap bagian tubuh wanita dan meyakinkannya entah bagaimana itu tidak normal," ujarnya.
Terlepas dari semua manfaat dan kontroversi tersebut, melakukan operasi vagina tetap memiliki risiko.
Menurut Dr Mascarenhas, banyak wanita yang menjalani labiaplasty karena menderita komplikasi, dan wanita tidak perlu mengambil risiko yang tidak perlu untuk menciptakan vagina yang sempurna.
"Tapi dengan pembedahan semua ada risiko. Ada sedikit ruang untuk kesalahan dengan prosedur seperti ini karena jika terlalu pendek Anda bisa memotong suplai darah ke klitoris, yang berarti hilangnya sensasi seksual, secara permanen," jelas Dr Mascarenhas.
Selain itu, seperti dikutip dari Mamashealth, risiko utama dari operasi peremajaan vagina adalah perdarahan yang berlebihan, infeksi, serta risiko jaringan parut yang dapat memicu komplikasi pasca operasi. Risiko jaringan parut biasanya menjadi masalah yang lebih serius pada operasi ini dibandingkan dengan operasi lain, hal ini karena sifat sensitif dari vagina.
0 comments:
Posting Komentar