Sepasang  mata memancar penuh kebahagiaan, "bisa saya melihat bayi saya, Dok..?"  pinta seorang Ibu yang baru saja melahirkan anak pertamanya.Begitulah  awal dari kisah yang kami tulis kali ini, ketika gendongan itu sudah  berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi  lelaki mungil itu, Ibu itu menahan nafasnya.
Dokter  yang menungguinya pun segera berbalik memandang ke arah luar jendela.  Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah daun telinga..! Tersentak, dug!!  Jantung Ibu berdegup keras, entah apa yang dirasakannya dan yang pasti  anak lelaki mungil ini adalah rezeki yang dititikan oleh Tuhan. 
Namun  demikian waktu pun membuktikan, meski tanpa daun telinga, pendengaran  bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu, tetap bekerja  dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang memang nampak sedikit  beda yang tidak tampak seperti teman sepermainannya.
Suatu hari anak lelaki itu berlarian pulang ke rumah dan segera membenamkan wajahnya di pelukan sang  Ibu sambil menangis tanpa henti. Ibu itu sungguh bisa ikut merasakan  bahwa hidup anak lelakinya pasti penuh dengan kekecewaan dan tragedi.  Anak lelaki itu terisak-isak sambil berkata,
"Ibu... seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh, masa'  anak manusia ndak punya daun telinga..." Ibunya pun tak bisa berkata  apa-apa lagi, hanya tetesan air mata dan belai lembut yang sanggup ia  berikan.
Waktu  terus berlalu dan tahun pun berganti. Anak lelaki itu sekarang sudah  tumbuh dewasa. Meski tanpa daun telinga, ia cukup tampan di balik  ketidak-sempurnaannya. Ia pun mulai disukai beberapa teman di  sekolahnya. Ia juga berbakat di bidang musik dan menulis. 
Ingin  sekali ia menjadi ketua kelas, namun Ibunya selalu mengingatkan,  "bukankah dengan menjadi ketua kelas itu nantinya kamu akan bergaul  dengan lebih banyak lagi remaja-remaja yang lain? dan apakah kamu sudah  siap dengan segala konsekwensinya, anakku?" jauh di lubuk hatinya, Ibu  itu merasakan terenyuh yang amat sangat.
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan daun telinga untuknya.
"Saya  yakin saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tapi harus ada  seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya" kata dokter itu.  Kemudian, kedua orang tua itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada anaknya.
Beberapa  bulan sudah berlalu. Dan tibalah kini saatnya mereka memanggil anak  lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia  mendonorkan telinganya untukmu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia" kata sang ayah.
Alhasil,  operasi pun berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun telah  lahir. Lelaki tampan dengan bakat musiknya yang hebat dan kepiawaiannya  dalam menulis prosa, puisi dan sajaknya pun mampu merubah dirinya  menjadi kejeniusan tersendiri. Ia pun menerima banyak sekali  penghargaan. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai  seorang diplomat. 
Ia  menemui ayahnya, "Yah, aku harus tahu siapa yang telah bersedia  mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun  aku sama sekali belum membalas kebaikannya."
Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kamu takkan bisa membalas kebaikan hati orang  yang telah memberikan telinga itu anakku." Setelah terdiam sesaat  ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu  untuk mengetahui semua rahasia ini."
Tahun  berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasianya  rapat-rapat. Hingga suatu ketika, sebuah berita menyedihkan diterima  oleh keluarga tersebut. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu harus  menerima kenyataan, berdiri terpaku di depan jenazah ibunya.
Sang Ibu telah berpulang..!!
Dengan sangat perlahan, di sela-sela tetes air matanya, sang  ayah membelai lembut rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu lalu  berkata lirih pada anaknya, "Anakku, coba kamu sibakkan rambut Ibumu..."
Anak itupun menuruti apa kata Ayahnya, dengan tangan gemetar, ia menyibakkan rambut Ibunya sehingga tampaklah bahwa ternyata sang ibu tidak memiliki daun telinga lagi. Klak..! Bagai tercekat kerongkongan anak itu bahkan untuk sekedar menelan ludah saja, itu sangat sulit baginya.
"Bukankah ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya," bisik sang  ayah. "dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit  kecantikannya bukan? Kecantikan yang sejati itu tidak terletak pada  penampilan tubuh namun ada di dalam hatinya.
Harta  karun yang hakiki itu tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun  pada apa yang tidak dapat dilihat. Cinta yang sejati tidak terletak  pada ‘apa yang telah dikerjakan dan diketahui’, tapi pada ‘apa yang  telah dikerjakan namun tidak diketahui.’
Anak  itu bergetar tak kuasa menahan air matanya yang deras mengalir,  menangis tanpa henti sambil memeluk jasad Ibunya erat-erat, ” TERIMA  KASIH IBU” sungguh pengorbananmu adalah mukjizat Tuhan. 





0 comments:
Posting Komentar