Seorang  wanita di hadapanku memang tak secantik Cinderela dengan sepasang  sepatu kacanya ataupun semempesona Nirmala dengan tongkat ajaibnya. Tapi  dia adalah orang yang paling aku cintai. ISTRIKU.
“  Mas, kok malah ngelamun, pertanyaanku gak di jawab “ aku terkejut dengan cubitan istriku. Aku hanya tersenyum.
“  Orang tua mu masih enggak suka juga ya mas sama aku, aku memang belum  bisa ngasih cucu buat mereka “ dia pun melanjutkan pertanyaannya.
“ Kata siapa Dik ?? mereka sayang kok sama kamu “
Keluargaku  memang sejak awal tidak menerima kehadirannya, istriku sangat sensitif  dengan keluargaku. Ketidak setujan utama keluargaku karna mereka  memandang istriku “ jelek “ itu kata mereka. Dengan tubuh pendek dan  gendut, menurut mereka dia tak pantas denganku.
Ahh..itu kan  kata mereka, buatku dia wanita yang mempesona. Jilbabnya yang  membuatnya selalu terlihat anggun, suaranya yang sering melantunkan Al Quran  selalu membuatku gemetaran, kesabarannya dalam kesulitan ekonomi kami  yang memang karna ketidak setujuan keluargaku, maka kami bagai  terasingkan. Buatku, tak apalah aku ingkar pada orangtuaku yang  mengajakku pada kebatilan, mereka lebih memilih tahta,kecantikan dan  harta. Sedangkan aku ingin seorang wanita yang bisa menuntunku dan  mengajakku selalu mengingat Allah.
“ Duh, mas. Enggak usah beliin aku yang macem-macem deh mas. Ini baju kan mahal banget, mendingan buat sedekah atau buat simpanan kita “ katanya.
“  Aahh..kamu ini. Selalu mikirin itu, sekali-kali aku ini pengen buat  kamu seneng, malah di protes “ aku pura-pura cemberut di hadapannya.
“ Iya..iya.. maaf yaa sayang . Aku coba ya bajunya “ dia pun melesat masuk ke kamar.
“ Gimana mas ?? “ katanya. Aku hanya terbengong melihatnya.
“ maasss… “ katanya sedikit berteriak. Aku hanya cengengesan tanpa bisa berkata apapun.
“ Kita makan yuk mas, aku siapkan dulu “ katanya.
Baru  beberapa langkah, aku melihat istriku memegang perutnya seperti  kesakitan yang luar biasa. Lalu terjatuh. Terdengar suara berdebam kuat  di lantai.Aku panik. Aku bingung. Aku segera telpon Ambulance.
Istri  ku koma. Sudah 3 minggu dia dalam keadaan seperti ini. Dia terkena  Kanker di rahimnya. Kanker yang sudah lama di deritanya. Kenapa..kenapa  aku sampai tak tahu dia sedang sakit ?? suami macam apa aku ini.
Laptop  kesayangannya aku bawakan untuknya. Dia tak pernah bisa lepas dari  laptopnya. Aku paham dengan keadaannya yang selalu sendiri, karna aku  bekerja dari pagi hingga malam menjelang.
Aku  buka laptopnya. Aku mainkan ayat-ayat suci yang selalu dia nyalakan  setiap pagi. Aku begitu sayu untuk mampu menatapnya lekat-lekat. Aku  buka satu persatu folder ku buka. Sampai aku menemukan sebuah judul “  CatatanKu “. Aku segera membukanya.
Aku  tersenyum membaca ceritanya, di mulai ketika kita ta’aruf. Aku  menatapnya sambil berharap dia segera sembuh agar dia bisa menjadi  seorang penulis. Matakupun mulai serius ketika kisah kita di mulai dari  ketertekanannya. Aku menitikkan air mataku.
Aku  membaca dengan lamat-lamat ketika dia menuliskan setiap detik rasa  sakitnya. Air mataku makin deras ketika ku membaca bagaimana dia  menutupi sakitnya.
“Aku  tak mungkin meberi tahunya, sedangkan ekonomi kami belum membaik. Aku  tak mau sampai suamiku ikut menanggung kesulitanku. Aku juga enggak mau  aku tambah buruk di hadapan keluarganya. Aku yang belum di karunia  anak,sekarang harus di timpa musibah sakit seperti ini. Belum tentu  keluarganya kasihan padaku, aku takut nanti suamiku yang kena imbasnya.  Biarlah sakit ini hanya aku dan Allah yang tahu. Karna aku yakin setelah  musibah ini, aku akan di berinya sebuah keindahan yang luar biasa.”
Tak  sanggup aku untuk meneruskan membaca kalimat-kalimat yang ada di  hadapanku. Aku memilih menutupnya dan aku ingin segera mengadu padaNya.
“  Yaa Robb, segera sembuhkan lah istriku dari sakitnya dan ijinkan aku  untuk tetap menjaganya untukMu. Namun jika Engkau ingin menghapuskan  jiwa istriku dari segala dosa-dosanya, maka aku ikhlaskan dirinya demi  diriMu. Biarkan dia menantikanku di pintu surga. Aamiin “
Tak  lama suara “ Tiiit” panjang dari indikator denyut jantungnya. Aku  melihatnya tersenyum begitu manis. Bidadariku, nantikanku dipintu surga  Nya.






1 comments:
y tuhan smoga i bsa dapat cow yg gitu gan, yang tetap setia menggandeng tangan i dan dgn bangga nunjukkin ke teman2nya meski i berkeringat, yah misalnya gitu lah gan melankolis dikit lah hahayyyyyyyyy
Posting Komentar